ubinan yang sangat tinggi, yakni 12,8 ton jagung pipil kering per hektare. Menurut Bupati Wihaji, di Kabupaten Batang terdapat kesenjangan antara produktivitas hasil panen jagung dengan kebutuhannya. Sehingga, masih banyak kekurangan ribuan ton di kabupaten tersebut m
Baca Juga
pembelian dengan harga yang menguntungkan. “Saya sudah tekankan kepada pengelola pabrik untuk
membeli jagung hasil petani Batang dengan harga yang kompetitif," ujarnya. Ia pun meminta kepada Dinas
Pertanian dan perusahaan pakan ternak untuk bersinergi memberikan edukasi agar produktivitas jagung
sesuai standar yang ditentukan. “Dengan teori ilmu pertanian dan teknologi yang diedukasikan ke petani, saya kira siap dan mampu
sepanjang efektif, efisien, sederhana dan dapat meningkatkan kesejahteraan,” jelas Wihaji. Sementara itu, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) selaku pelaksana Riset melalui Ketua Departemen Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Isnen Ambar Santosa, mengatakan, jagung
merupakan komoditas pangan pokok yang kebutuhannya sangat besar. Menurutnya, dengan sistem tanam rapat, maka hasilnya bisa ditingkatkan hingga dua kali lipatnya. “Pertanaman jagung sistem tanam rapat bisa meningkatkan populasi tanaman per hektare dari sekira 60 ribuan menjadi 120 ribuan yang tentunya produktivitasnya akan naik dua kali lipat," ujar dia. Ditilik dari kacamata jagung nasional, kata Isnen, penggunaan sistem ini bisa menjadi solusi peningkatan produksi jagung nasional. “Dibandingkan data produktivitas jagung nasional tahun 2018 yang dikutip dari katadata.co.id yang besarnya 5,24 ton/ha, hasil ubinan yang dilakukan oleh Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Batang sebesar 15,71 kg atau setara 12,8 ton jagung pipil kering per hektar setelah dilakukan konversi menunjukkan peningkatan yang luar biasa dan ini jika diterapkan secara nasional maka menjadi
solusi bagi peningkatan produksi jagung nasional," katanya. Meski demikian, lanjut Isnen, hasil ubinan di lokasi Riset Terapan ini belum bisa dijadikan tolok ukur praktik budidaya di tingkat petani. “Di sini praktik budidaya dilakukan dalam luasan kecil dan menerapkan SOP yang ketat.
Macam dan dosis pupuk dihitung berdasarkan angka kebutuhan nutrisi untuk jagung yang dirumuskan dari data lembaga penelitian pemerintah maupun swasta. Perlu dilakukan riset lanjutan, edukasi dan penyuluhan agar sistem ini bisa diterapkan secara luas oleh petani” ujar Isnen. Isnen mengatakan, petani di sekitar lokasi riset ternyata memperhatikan, tertarik, bahkan beberapa sudah meniru teknik
budidaya yang baru diujikan di wilayah mereka ini. “Melihat pertumbuhan tanaman dan kondisi tongkolnya, beberapa petani sudah mulai menanam menggunakan jarak tanam yang rapat. Ini bagus, hanya saja akan lebih baik lagi jika edukasi dan penyuluhan dilakukan secara utuh sehingga tidak hanya jarak tanam yang diadopsi oleh petani, mereka juga paham dan mengaplikasikan teknik pemupukan, pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama penyakitnya sesuai SOP jagung tanam rapat," pungkasnya.